Setiap orang tua tentu ingin melakukan aqiqah untuk anak-anaknya. Ibadah sunnah muakkadah tersebut dilaksanakan dengan cara menyembelih domba atau kambing pada hari ketujuh setelah kelahiran sang buah hati, dua ekor kambing untuk bayi lelaki dan satu bagi perempuan. Selanjutnya daging akan dimasak, barulah dibagikan kepada masyarakat. Lantas bagaimana dengan aqiqah diri sendiri?
Sebelum membahas aqiqah diri sendiri, ada baiknya Anda mengetahui hukum aqiqah bagi orang tua. Nah, jika pada saat yang ditentukan (hari ketujuh usai lahirnya bayi) orang tua masih belum mampu melaksanakan aqiqah bayinya, maka boleh dilaksanakan pada hari ke-14 atau ke-21. Sementara jika tak juga mampu, terutama dari segi keuangan, silakan mengakikahi si kecil kapan saja. Diusahakan sebelum anak memasuki usia baligh.
Inilah indahnya Islam. Segalanya telah diatur sedemikian rupa, sehingga ibadah apa pun itu tidak akan memberatkan pemeluknya.
Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu. (QS. At-Taghabun [64]: 16).
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (QS. Al-Baqarah[2]: 286).
Tanggung Jawab Orang Tua Mengakikahi Anak
Saat buah hati dilahirkan, meski dalam keadaan cukup, tidak semua orang tua tergerak untuk melakukan penyembelihan kambing atau domba sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah Ta’ala. Di sisi lain ada pula ayah-bunda yang ingin sekali mengakikahi bayinya, akan tetapi tidak mampu. Dalam kondisi orang tua yang mampu ketika anak lahir, tapi menunda aqiqah-nya, dianjurkan agar anak tetap diakikahi meskipun sudah dewasa. Lain hukumnya jika saat anak hadir ke dunia, keadaan ekonomi ayah-bunda “tidak sehat” atau pas-pasan. Dalam kondisi ini tanggung jawab orang tua dalam meng-aqiqah anak pun gugur.
Hukum Aqiqah Bagi Diri Sendiri
Ada silang pendapat antara ulama terkait aqiqah bagi diri sendiri ketika sudah dewasa. Berikut beberapa hadis yang berhubungan dengan aqiqah untuk diri sendiri.
Ulama Ibnu Sirin berkata, “Seandainya aku tahu bahwa aku belum diaqiqahi, maka aku akan mengaqiqahi diriku sendiri.” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnaf, 8: 235-236. Sanadnya shahih kata Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shahihah no. 2726).
Selanjutnya Imam Hasan Al Bashri berkata, “Jika engkau belum diaqiqahi, maka aqiqahilah dirimu sendiri jika engkau seorang laki-laki.” (Disebutkan oleh Ibnu Hazm dalam Al Muhalla, 8: 322. Sanadnya hasan kata Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shahihah no. 2726).
Di sisi lain, ada ulama yang tidak sependapat. Hal ini dikarenakan beberapa sebab di antaranya:
- Para sahabat Nabi pada masa jahiliah yang belum diakikahi, tidak melakukan aqiqah sendiri saat telah menjadi muslim;
- Hadis yang menyebutkan aqiqah bagi diri sendiri tergolong hadis lemah atau dho’if;
- Aqiqah ialah salah satu ibadah sunah utama, bukan wajib. Orang tualah yang dianjurkan mengakikahi si anak (jadi bukan diri sendiri yang melakukan prosesi ini).
Kesimpulan yang bisa diambil adalah Anda memiliki dua pilihan, boleh meng-aqiqah diri sendiri atau tidak juga tak masalah. Hal ini pun serupa dengan pendapat Imam Syafi’i (Shahih Fiqih Sunnah, 2/383).